Simone De Beauvoir; Perempuan Filsuf Revolusioner

Image

Selamat malam sahabat marsinah, jumpa lagi bersama saya, Memey di rubrik Perempuan Pelita, sebuah rubrik kesayangan kita yang hadir setiap hari Kamis jam 7 sampai 8 malam di marsinah 106 FM, radio buruh perempuan dari perempuan buruh untuk kesejahteraan dan kesetaraan.

Malam ini kita akan bersua dengan sosok aktivis perempuan dari negeri Menara Eifel, perempuan luar biasa yang tak kenal lelah memperjuangkan hak perempuan. Sosoknya akan kita simak setelah lagu cantik berikut menyapa anda.

Sosok perempuan itu bernama Simone Beauvoir, dari sebuah kota di Paris ia terlahir. Tepatnya pada tahun 1908, dari sebuah keluarga menengah atas. Ia adalah anak tertua dari dua bersaudara. Adik perempuannya bernama Poupette. Tumbuh besar di kalangan keluarga terdidik, Simone banyak mendapat inspirasi dan pengetahuan moral dari kedua  orang tuanya. Ayahnya adalah sosok yang sangat menggemari teater tapi tertekan dengan situasi sosial yang melingkupinya dan menjadi seorang pengacara, dan ibunya adalah seorang khatolik yang fanatik. Simone mengenyam pendidikan di institusi pendidikan privat dan di bawah didikan ibunya. Ia mulai serius menempuh pendidikan, dan penulisan. Saat menginjak usia 21 tahun ia mulai tinggal bersama neneknya, dan mulai belajar filsafat di Sorbonne. Baca lebih lanjut

Sujatin, Penggagas Kongres Perempuan Indonesia

PEREMPUAN PELITA

EDISI 26 Desember 2013

Image

Salam setara sahabat marsinah, jumpa lagi bersama saya, Memey dalam rubrik kesayangan anda, rubrik Perempuan Pelita yang hadir menemani anda tiap kamis jam 7  sampai jam 8 malam. Sebelumnya, saya, Dias, mengucapkan selamat hari Ibu dan hari raya Natal. Tak terasa, kita sudah sampai pada penghujung tahun 2013. Semoga damai dan semangat perubahan menyertai sabahat marsinah semuanya.

Hari Ibu, jatuh pada 22 Desember. Ia bukan hari biasa, ia adalah hari bersejarah dimana seribu perempuan berkumpul di Jogjakarta untuk membicarakan gagasan kemerdekaan perempuan dan bangsa. Hari ibu adalah hari kebangkitan perempuan Indonesia. Ia adalah hari istimewa tempat berkumpulnya perempuan-perempuan berani dan cerdas yang ingin kemerdekaan dan kesetaraan perempuan serta bangsanya.

Salah satu perempuan tangguh penggagas Kongres Perempuan Indonesia itu akan hadir di tengah kita. Semangatnya, gairahnya akan perubahan akan menghentak kita semua malam ini. Kisah tentangnya akan kita perdengarkan setelah satu tembang asik berikut ini, masih bersama saya Dias. (lagu dan iklan)

Baca lebih lanjut

Bunda Teresa; Berbuat Baik untuk Kaum Miskin

Image

Perempuan Pelita, edisi 12 Desember 2013

Siapa yang tak mengenal Bunda Teresa, seorang biarawati baik hati yang menebar kebaikan pada sesama. Ia tidak hanya bicara soal kebaikan dalam Gereja-gereja namun juga melakukannya, tanpa pamrih, tanpa balas. Di Bulan Desember, jelang hari raya Natal di akhir Desember nanti, Marsinah FM mengangkat sosok Bunda Teresa agar menjadi pelita bagi kita semua. Tentu saja hanya di Perempuan Pelita bersama saya Memey/ Dias, setiap hari kamis jam 7 sampai 8 malam, di marsinah 106 fm. (lagu dan iklan)

Panggil saja dia Bunda Teresa. Nama aslinya yang sebenarnya adalah Agnes Gonxha Bojaxhiu, yang berarti kuncul mawar atau bunga kecil di Albania. Benar, Bunda Teresa berdarah Albania, yang lahir di Usub, Kerajaan Ottoman pada 26 Agustus 1910. Ia adalah anak bungsu dari sebuah keluarga di Shkodër, Albania, dari pasangan  Nikollë dan Drana Bojaxhiu, berasal dari Prizren, Kosovo. Sementara, ibunya diduga berasal dari sebuah desa dekat Đakovica, Kosovo. Pilihan Agnes kecil untuk menjadi biarawati Katholik Roma berawal dari ketertarikannya dengan kisah-kisah dari kehidupan misionaris dan pelayanan mereka di Benggala. Kala usianya 12 tahun, ia memastikan pilihannya untuk menjadi biarawati. Pilihannya itu kemudian menjadi pasti pada 15 Agustus 1928 , kala berdoa di kuil Madonna Hitam di Letnice, tempat dimana ia kerap berziarah. Tepat di usianya yang ke 18 tahun, ia bergabung dengan Kesusteran Loreto sebagai misionaris. Sejak itu, ia tidak pernah lagi melihat ibu atau saudara-saudara perempuannya. Baca lebih lanjut

GURU, PAHLAWAN TANPA UMP

Perempuan Pelita,

edisi 28 November 2013

ImageImageImage

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa katanya, atau pahlawan tanpa UMP (Upah Minimum Provinsi). Namun slogan ini seolah dibuat untuk lepas tangan terhadap nasib jutaan guru yang belum juga sejahtera, kecuali di sekolah-sekolah anak orang “kaya”. Namun, karena cintanya pada dunia pendidikan, para guru ini setia mendidik para siswa agar menjadi cerdas dan pandai. Di tengah kesulitan dan hambatan, para guru ini pantang menyerah. Guru perempuan berkorban sepenuh hati untuk meluaskan pengetahuan pada generasi penerus. Siapa saja mereka? Kisahnya akan menemani malam kita di marsinah 106 fm, radio buruh perempuan untuk kesejahteraan dan kesetaraan. Tentu saja di rubrik Perempuan Pelita setiap kamis jam 7 hingga 8 malam. Saya, Lamoy Farate, untuk sementara menggantikan Dias dan Memey akan menemani anda selama satu jam ke depan. (lagu dan iklan)

“Hidup ini bukan untuk kita sendiri dan bagaimana agar hidup ini juga bermanfaat bagi orang lain adalah prinsip,” Kalimat ini meluncur begitu saja dari mulut sosok perempuan berusia 34 tahun ini. Sebut saja dia Ida, nama lengkapnya adalah Nursida Syam. Kecintaannya pada buku dan pendidikan mendorongnya membangun sekolah alam anak negeri dan klub baca bagi perempuan di lingkungan tempat tinggalnya yang sederhana, di Dusun Jambi Anom, Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.

Baca lebih lanjut

DARI KORBAN JADI PEJUANG: SOMALY MAM MELAWAN PERDAGANGAN PEREMPUAN

PEREMPUAN PELITA

NOVEMBER MINGGU III 2013

Image 

Selamat malam sahabat Marsinah, kembali kita bertemu di Perempuan Pelita, program siaran Marsinah FM tentang sosok perempuan yang membawa terang bagi kita bersama, memberi pelita untuk dunia menjadi lebih baik. Pada edisi kali ini, kita akan menyimak kisah seorang perempuan dari Kamboja, salah satu negeri di kawasan Asia Tenggara, dan memiliki beberapa kemiripan dengan Indonesia.  Malah situasi di Kamboja kadang disebut lebih buruk dibanding Indonesia. Bukan hanya upah buruh yang lebih murah,  rakyat Kamboja juga menanggung tekanan akibat sistem kekuasaan yang lebih represif. Tentu saja, pada masyarakat yang menghadapi banyak masalah, kaum perempuan menerima beban lebih berat. Dan sosok Perempuan  Pelita kali ini muncul di negeri yang penuh persoalan itu, hadir dari situasi Kamboja yang miskin dan tidak demokratis.

Sahabat Marsinah, mari kita kenali tokoh kita kali ini. Dia bernama Somaly Mam, perempuan yang sejak sebelum remaja jadi korban perdagangan perempuan, dipaksa jadi pelacur, mengalami beragam kekerasan, dan dihimpit kemiskinan, namun kemudian berkarya sebagai pembela hak perempuan dan melawan perdagangan perempuan.   

 

Bersama Diaz di sini, satu jam mendatang kita simak kisah korban jadi pejuang, pengalaman dan perjuangan Somaly Mam melawan perdagangan perempuan.

(jingle marsinah dan iklan perempuan pelita)

Image“Saya tidak kenal ibu atau orangtua saya. Saya tidak tahu apakah nama ‘Somaly’ memang nama saya sebenarnya. Saya hanya tahu, saya terus dijual karena warna kulit saya yang gelap.”   Inilah kalimat yang sering dinyatakan Somaly Mam, ketika ditanya tentang asal-usul keluarganya. Ya, Somaly merasakan langsung penderitaan sebagaimana dialami banyak perempuan di Kamboja dan negeri lainnya.  Somaly lahir di desa Bau Sra, satu desa di Kamboja yang miskin. Jika ditanya kapan dilahirkan, semua orang bisa menjawab dengan pasti. Tapi tidak dengan Somaly Mam, dia tidak tau kapan dilahirkan. Somaly hanya bisa menerka dilahirkan antara tahun 1970 atau 1971. Yang pasti Somaly ingat adalah dia terlahir dalam keluarga miskin, kemudian diasuh oleh neneknya. Itu saja asal-usul yang bisa diceritakan Somaly tentang dirinya, menggambarkan betapa beratnya masalah yang dihadapi masyarakat sekitar Somaly pada waktu itu.

Kemiskinan bukan satu-satunya masalah yang dirasakan Somaly pada usia kanak-kanak. Masih ada lagi yang tak kalah besar membuat penderitaan, yaitu perang. Ya, perang terus berkecamuk di Kamboja, termasuk yang melibatkan pihak asing. Ketika masih usia balita, Amerika Serikat menyerang Kamboja. Tentu saja perang banyak mengorbankan rakyat, apalagi perempuan dan anak-anak. Dengan segala upaya dan besarnya persenjataan, Amerika berusaha memenangkan perang, tapi gagal. Kegagalan dalam perang berakibat Amerika meninggalkan Kamboja. Tapi bagi rakyat Kamboja, akibat yang ditanggung jauh lebih besar.

Setalah Amerika Serikat pergi, muncullah kekuasaan baru di Kamboja antara tahun 1975 hingga 1979, yaitu Khmer Merah. Rejim Khmer Merah sangat militeristik, segala hal tentang kehidupan rakyat diatur dengan paksaan senjata. Pada saat inilah Somaly Sam berpisah dengan sang nenek yang mengasuhnya sejak bayi. Dan Somaly menjadi anak terlantar. Sampai akhirnya ada keluarga yang memberikan pengasuhan pada Somaly, yaitu oleh Keluarga Taman.

Harapan memiliki orang terdekat yang memperhatikan dan memelihara, adalah perasaan yang diinginkan Somaly, sebagaimana perasaan anak-anak pada umumnya. Oleh karenanya, ketika diterima dan diasuh oleh Keluarga Taman, dianggap Somaly sebagai akhir penderitaan dan kesendiriannya sebagai anak.

Benarkan demikian, apakah Somaly mendapatkan harapannya di keluarga Taman? Kita ikuti kisah Somaly Mam, setelah jeda berikut. Jangan kemana-mana, tetap di Marsinah 106 FM..

Iklan

Jingle

Lagu

Jingle

Iklan

Sahabat Marsinah, masih di Perempuan Pelita, kita lanjutkan kisah Somaly Mam, seorang perempuan Kamboja yang bangkit dari korban jadi pejuang, melawan perdagangan perempuan.

Somaly Mam setelah terlantar, diasuh dan hidup bersama Keluarga Taman. Ternyata tidak lama kehidupan Somaly dalam keluarga ini. Kisah hidupnya kembali membuatnya berpindah keluarga, ketika ada tamu Keluarga Taman yang dikenalkan sebagai kakek. Taman yang selama ini mengasuhnya, menyampaikan bahwa kakek ini akan membantu Somaly kembali ke keluarganya. Betapa senang Somaly kecil, bahkan meyakini bahwa si kakek adalah kakek aslinya dan akan mengajaknya berkumpul sebagai keluarga yang saling menyayangi. Somaly pun dengan senang ikut serta pada sang kakek.

Namun ternyata hidup bersama sang kakek, membawa Somaly pada kehidupan lebih keras dan tidak manusiawi. Somaly dipaksa bekerja pada orang lain, dan upah kerjanya diambil sang kakek. Jika dianggap melakukan kesalahan, tak jarang kemarahan bahkan pukulan diterima Somaly dari sang kakek. Sebagai anak, Somaly menganggapnya sebagai kehidupan yang harus diterima.  Namun kenyataan pahit terus dialami oleh Somaly kecil, hingga dia sebagai perempuan kemudian diperdagangkan oleh si kakek. Somaly dipaksa jadi budak seksual, untuk si kakek bisa mendapatkan uang.

Peristiwa pertama yang membawa luka sangat dalam bagi Somaly, adalah ketika oleh si kakek ternyata tubuh Somaly dijadikan untuk melunasi utang. Saat itu Somaly hanya tahu disuruh untuk mengambil minyak ke tempat biasa Somaly biasa belanja barang. Tapi ternyata sang penjual memperkosa Somaly. Dan akhirnya Somaly tahu bahwa sang kakek lah yang menjadikannya sebagai pembayar utang terhadap si penjual minyak.

Penderitaan Somaly terus berlanjut. Di usia remaja, si kakek akhirnya menjual Somaly ke rumah bordir atau pelacuran. Penderitaan semakin bertambah dan membawa kemarahan pada diri Somaly, terhadap sang kakek dan pemilik rumah bordir.Tapi dia tidak menyerah. Beberapa kali Somaly berusaha kabur, tapi selalu gagal. Dan setiap berusaha kabur, berakibat pada siksaan yang lebih besar.  Hingga dewasa terpaksa Somaly hidup di pelacuran, bersama perempuan-perempuan lain yang juga menjadi korban, dengan latar belakang beda-beda.

Sahabat Marsinah, kisah Somaly Mam membuat pilu kita semua.  Masa lalu itu bisa saja dilupakan orang, ketika saat sekarang dunia mengenal Somaly Mam sebagai pembela hak perempuan, dan berhasil membantu ribuan perempuan korban perdagangan manusia. Penasara bukan? Bagaimana Somaly kemudian bisa menjadi pejuang? Bagaimana kisah perjuangan? Ikuti terus perempuan pelita, hanya di Marsinah 106 FM

Iklan

Jingle

Lagu

Jingle

Iklan

Perempuan Pelita masih setia bersama sahabat Marsinah di rumah, kali ini tentang Somaly Mam, satu perempuan Kamboja pembela hak perempuan dan penggiat perlawanan terhadap perdagangan manusia. Kita lanjutkan bersama Diaz di sini..

Sebelumnya bersama kita simak kisah pilu pengalaman Somaly kecil hingga dewasa, hingga dipaksa sebagai penghuni rumah bordir. Kehidupan lebih baik baru didapatkan setelah Somaly akhirnya keluar dari rumah pelacuran. Kehidupan yang jauh bertolak belakang dengan pengalaman sebelumnya, saat Somaly bertemu dan berkenalan dengan Piere, seorang lelaki Perancis yang bekerja di lembaga kemanusiaan di Kamboja. Piere jatuh cinta dan akhirnya mengajak Somaly Mam menikah. Setelah menikah dan bebas dari arena perdagangan manusia, menjadi kesempatan bagi Somaly bukan untuk dirinya sendiri. Segera Somaly mengambil kesempatan kebebasannya tersebut untuk menyelamatkan perempuan lain yang jadi korban perdagangan manusia dan dipaksa hidup di rumah pelacuran.

Awalnya ketika datang ke tempat kerja suaminya, sebuah lembaga kemanusiaan bernama MSF, kepada bos suaminya dengan berani Somaly menawarkan diri sebagai relawan.  Apalagi MSF juga mempunyai program membantu para PSK yang terkena penyakit kelamin. Bersentuhan dengan para perempuan yang bahkan jauh lebih muda dari dirinya, yang menjadi korban pelacuran paksa, semakin membulatkan tekad Somaly untuk bekerja demi kemanusiaan. Tekad itu diwujudkan pertama dengan Somaly aktif mendatangi rumah bordir, untuk membagikan kondom agar mengurangi resiko penyakit kelamin diantara para PSK.

Somaly tahu masalah yang dihadapi jauh lebih berat dari mencegah dan mengobati PSK yang sakit. Sebab baginya, anak-anak di dunia pelacuran adalah korban perdagangan  manusia yang keji. Tak jarang anak-anak itu adalah korban jekahatan orang tua sendiri yang menjual anaknya ke pelacuran. Untuk lebih besar berperan dan mengajak yang lain berjuaang, Somaly kemudian mendirikan organisasi bernama ‘Aksi bagi Perempuan Dalam Kesulitan’. Dengan organisasi inilah di waktu kemudian Somaly banyak mendapat penghargaan karena berhasil menyelamatkan ribuan anak-anak dari dunia pelacuran.

Somaly memang punya masa anak-anak yang luar biasa menyedihkan, namun dirinya tidak mau hidup hanya untuk mengenang masa lalu, Somaly lebih mau hidup untuk membantu perempuan dan anak-anak yang mengalami penderitaan serupa dengan masa kecilnya. Seperti pernah dia nyatakan, “..yang ingin saya katakan adalah saya sangat sedih bila harus menceritakan kisah saya kembali. Sekarang saya sudah bebas, dan hanya ingin membantu para korban lain.” Dan dengan organisasinya, Somaly terus berjuang bagi para korban perdagangan manusia.  Ia membangun rumah aman bagi para gadis yang diselamatkan dari perbudakan seks. Di rumah itu, mereka mendapat makanan, perawatan kesehatan dan pendidikan atau pelatihan kerja. Somaly mengatakan, “Di tempat penampungan ini ada perempuan dari usia lima, enam, tujuh, atau sembilan tahun”. Organisasinya telah membantu 3000 bekas pekerja seks dan ia tak melihat kerjanya ini akan berakhir.

Kisah perjuangan Somaly belum selesai, kita lanjutkan setelah jeda berikut. Terus bersama Perempuan Pelita di Radio Buruh Perempuan Marsinah FM

Iklan

Jingle

Lagu

Jingle

Iklan

Sahabat Marsinah, kita lanjutkan kisah perempuan Kamboja yang luar biasa, bernama Somaly Mam. Tentang Somaly yang pernah jadi korban perdagangan perempuan, kemudian jadi pejuang melawan perdagangan perempuan.  

ImageSomaly terus giat pada upaya melawan perdagangan perempuan. Kepada pemerintah pun dia tegaskan, “Saya ingin pemerintah memperhatikan betul perusahaan-perusahaan yang membawa anak-anak untuk bekerja di luar negeri karena beberapa di antaranya menjual anak-anak itu ke rumah bordil. Kami menampung korban yang dijual ke rumah bordil yang sudah kembali ke Kamboja. Jadi kita harus hati-hati.” Somaly sadar, tanpa sikap tegas pemerintah dalam melindungi rakyat dan perempuan, akan sulit masalah diatasi. Karena masalah perdagangan perempuan ini sangat terkait dengan masalah-masalah lainnya.

Menurut Somaly masalah perdagangan manusia juga terkait erat dengan masalah korupsi. Dia menganggap penegak hukum dan pejabat pemerintah menerima suap untuk memfasilitasi perdagangan orang dan perdagangan seks. Somaly menegaskan “Jika pengadilan masih korup bagaimana bisa menghukum pelaku? Polisi menyelamatkan para perempuan itu dan menangkap pelaku. Tapi mereka menyogok pengadilan dan dilepaskan lalu membuka rumah bordil lain.”

Setiap hari, korban perdagangan orang menghadapi dunia tanpa ada harapan. Para korban ini memikul beban berat yang lebih buruk dari yang bisa kita bayangkan, tambahnya.

“Pertama saya ingin mengatakan, saya sudah berkali-kali membawa korban perkosaan ke pengadilan, tapi para pelaku kekerasan ini memberikan uang ke pengadilan lalu mereka bebas. Di luar, mereka kembali melakukan hubungan seks dengan anak-anak. Yang kedua, seperti kebanyakan warga Kamboja, anak-anak itu tak tahu apa artinya korban. Mereka bilang ini salah mereka, padahal bukan. Siapa yang ingin menjual tubuhnya? Anak-anak usia empat lima tahun? Tidak, sikap mental ini sangat buruk.

 Bagi Somaly, masalah perdagangan orang tak hanya masalah Kamboja tapi masalah dunia. 3000 perempuan, yang telah diselamatkan Somaly, sekarang punya hidup yang lebih baik. Semua itu belum cukup, sebab perdagangan perempuan juga terus berlangsung dan sindikat-sindikat yang lebih terorganisir. Somaly tahu tantangannya, bukan menyerah, tapi malah makin giat melawan perdagangan perempuan.

Bukan tanpa hambatan, perjuangan Somaly penuh resiko. Somaly terus berjuang, tapi sadar apa yang dilakukannya membuat punya banyak musuh dan ia kerap diancam akan dibunuh. Bukan hanya ancaman, lebih berat bagi Somaly ketika putrinya yang berusia 14 tahun pernah diculik, diperkosa, dan dijual ke rumah bordil beberapa tahun lalu. Menjadi pukulan berat bagi Somaly, tapi membuatnya makin bertekad melawan perdagangan manusia, sebab ada banyak anak perempuan yang jadi korban penculikan dan perdagangan. Kini anak Somaly telah diselamatkan, dan bertekad sama dengan ibunya, ikut berjuang memerangi perdagangan manusia.

Perdagangan orang adalah kejahatan teroganisir kedua terbesar di dunia. Ini bahkan lebih besar ketimbang perdagangan obat-obatan terlarang. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengungkapkan bisnis ini menghasilkan hampir 10 milyar dolar atau sekitar 117 triliyun rupiah pertahun. Ya, tak mungkin hanya Somaly Mam, tak cukup hanya satu negeri, untuk menghentikan perdagangan perempuan. Semua perempuan di dunia sangat mungkin jadi korban perdagangan perempuan. Sudah semestinya semua berjuang untuk menghentikan perdagangan perempuan.

 

Sahabat Marsinah, kisah Somaly Mam adalah kisah seorang korban yang jadi pejuang. Semoga memberi kekuatan bagi kita semua, dalam menghadapi beragam persoalan perempuan. Menyerah jelas bukan pilihan, apapun tantangan perlu dihadapi, agar dunia makin lebih baik dan setara.

 

Siapa lagi perempuan yang membawa pelita bagi kita semua, jangan lupa jumpa lagi minggu depan, di Perempuan Pelita di Marsinah 106 FM. Saya Diaz undur diri, selamat malam dan sampai jumpa.

 

Iklan

Jingle

Lagu

jingle

Bangkit dan Lawan Pelaku Kekerasan Seksual

Bangkit dan Lawan Pelaku Kekerasan Seksual

KBR68H – Berbagai kasus kekerasan seksual, membuat kaum hawa cemas. Kekerasan  tidak semata berlangsung di tempat publik, tapi di lingkungan domestik. Pelakunya bisa melibatkan orang terdekat. Konferensi Perempuan Jakarta pun digagas. Wadah menyatukan suara menuntut Ibu Kota yang aman dan ramah bagi perempuan.

Thin Koesna bercerita tentang pelecehan seksual yang dialaminya. Sekitar lima bulan lalu sepulang kerja. Saat itu metromini tujuan Tanjung Priuk – Pulo Gadung yang ditumpanginya penuh sesak. “Astagrifirullah…saya lihat ke belakang, masya Allah, saya bilang ‘Maaf mas itu’, memang sudah terbuka, penisnya terbuka dan baju saya juga kena basahnya itu. Itu yang buat aku gak nyaman dan aku teriak ‘Kenapa anda ini? mending penismu itu besar, penismu itu kecil’. Saya memang berbicara seperti itu supaya menjatuhkan mentalnya dia. Orang-orang pada kaget terbengong-bengong gak nyangka bakal diomongin seperti itu,” katanya.

Thin menambahkan, “Waktu itu jam setengah enam sore, kami naik metromini, penuh sesak. Kebetulan saya berdiri di agak tengah, dorong kiri, dorong kanan, mobilnya ngerem. Pas saya sadari orang di belakang saya ini kok kasak-kusuk. Cuma kok semakin saya diamkan semakin terasa aneh, terus saya diamkan karena untuk nengokpun sulit karena orang berjubel penuh. Sampai akhirnya ada yang turun waktu itu baru saya ada kesempatan untuk maju setengah langkah baru saya liat apa yang terjadi di belakang saya.”

Meski kesal dan malu, Thin tidak berniat melaporkan pelecehan tersebut ke polisi. “Yang ada dibenak saya seperti ini. Saya menjatuhkan mental dia itu yang harus dilakukan pertama. Kedua, saya melaporkan itu bukan pada saat yang tepat, posisi kami di metromini terus si pelaku juga langsung turun begitu saya kata-katain. Jadi ya saya cuma menahan agak sedikit malu karena baju saya penuh bercak sperma itu,” ungkapnya.

Thin bukan kali ini saja mengalami pelecehan. Setahun lalu, buruh yang aktif di radio buruh Marsinah FM ini dilecehkan di depan kontrakannya. “Ketika saya bangun tidur, sholat subuh, habis itu saya pakai celana pendek saya bersihin got. Saya pikir memang sudah begitu biasanya saya bersihin got pakai celana pendek. Cuma entah dari mana motor datang, berhenti di belakang saya. Saya lagi nungging langsung (pegang pantat-red), saya kaget ‘Astagrifirullah’ dia langsung pergi. Kerokan sampah langsung saya lempar kena helmnya tapi dia gak jatuh,” ceritanya.

Jika sebagian besar perempuan tidak mau terbuka tentang pelecehan yang pernah dialami, Thin berbeda. Buruh tekstil di Kawasan Berikat Nusantara, Cakung, Jakarta Timur ini berpendapat, terbuka adalah salah satu cara untuk melawan. “Kenapa harus malu? ini bukan kemauan aku. Aku berani mengutarakan, aku berani menceritakan supaya kawan-kawan tidak mengalaminya. Setidaknya dia harus waspada. Kalau memang harus dilawan ya dilawan, tapi memang harus dilawan tidak bisa didiamkan. Kalau memang mengalami kenapa harus malu untuk menceritakan. Ini bukan aib aku, yang aku ceritakan ke teman-teman supaya mereka tidak mengalaminya dan tahu bagaimana solusinya,” tegasnya.

Korban kekerasan seksual lainnya berinisial SJ. Perempuan berusia 44 tahun ini minta nama lengkapnya tidak disebut. Ia menunjukkan bekas luka di sekujur tubuhnya. SJ mengaku mengalami kekerasan dari sang suami selama 22 tahun. “Ini bibir tembus sampai gigi satu copot, ini hidung (tulang hidung-red) putus satu, lepas. Di pelipis pernah dilempar pakai tutup drum. Di lengan kiri ada sayatan golok sepanjang 3 centimeter. Semua itu bukan hanya ke saya saja tapi anak-anak juga, mulai dari anak pertama sampai ke tiga semua kena pukulan,”katanya.

Ia tak berani melaporkan kekerasan yang dialami karena suami mengancamnya. “Saya dulu pernah ada niat untuk melapor. Cuma dia sepertinya tahu saya punya niat untuk melapor, terus dia ngancam ‘Awas ya kalau sampai kejadian ini kamu lapor ke polisi, lihat nanti. Kalau saya sampai dipenjara kamu yang tanggung akibatnya. Kemana kamu pergi saya cari, saya bunuh kamu’. Dengan kata-kata itu ibu takut, gak berani bertindak. Satu lagi kata-katanya yang paling ibu ingat kalau dia marah itu ‘Saya belum puas kalau belum nyayatin kamu’. Setiap ribut begitu,” cerita SJ.

Mirisnya lagi, setelah puas menyiksa SJ, sang suami memaksanya melakukan hubungan suami isteri. “Dia itu kalau habis mukulin kayak punya kelainan seksual, malamnya pasti ngajakin. Ibu gak bisa ngomong apa-apa. Soalnya dia ngomong ‘Ini kewajiban loh ma’. Dia tidak peduli dengan luka yang ada di tubuh saya. Katanya kalau saya tidak mengikuti berdosa,” katanya dengan suara lirih.

Tak kuasa menahan penderitaan, kesabarannya habis. Pada Juni lalu, SJ menggugat cerai.”Habis dipukul ulu hati langsung dipukul lengan tangan pake kayu. Gagang sapu sampai patah, sampai bengkak gede. Besoknya ibu berangkat kerja teman-teman ibu pada nanyain ‘Kenapa bu?’ ibu tutupin. Lama-lama akhirnya teman ibu ngasih tahu ‘Bu kalau ibu gak bertindak, lama-lama ibu mati gak bisa apa-apa’. Akhirnya ibu berfikir, ibu janji kalau sampai kejadian terulang lagi ibu harus pergi dari rumah,” jelasnya.

Solidaritas untuk Nur Halimah, Kepala Sekolah Feminis I, Perempuan Mahardhika Makasar: Korban Perkosaan Yang Melawan

“Dua minggu yang lalu, melalui Inbox FB, kau bercerita ingin sekali kuliah S2 di Jakarta dan kembali aktif di Perempuan Mahardhika, kau bilang, kau rindu dengan perjuangan.”

Status Dian Novita, KN Perempuan Mahardhika, untuk Almarhum Nur Halimah

nur halimah

Baca lebih lanjut

Carmen Rossa, Pegulat Perempuan Bolivia

Image

Sahabat marsinah, pernahkan sahabat marsinah mendengar sebuah negeri bernama Bolivia? Bila sahabat marsinah tidak asing dengan telenovela tentu tidak asing dengan negara – negara Amerika Latin. Nah, Bolivia adalah salah satu negara Amerika Latin yang saat ini dipimpin oleh Evo Morales sebagai presiden.

Di negeri Bolivia inilah, sosok perempuan hebat ini hadir dan mewarnai dunia. Siapakah gerangan perempuan satu ini?seperti biasanya, Perempuan Pelita hadir dengan sosok-sosok perempuan hebat, tiap kamis jam 7 sampai 8 malam.Karenanya jangan pernah bosan karena setelah tembang satu ini, saya, Memey / Dias akan menemani Anda bersama kisah perempuan Bolivia ini.

  Baca lebih lanjut